Kisah Sahabat Nabi Memberi Pinjaman kepada Allah
Kisah sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam ketika memberi pinjaman kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan jumlah yang tidak sedikit.
Table of Contents
Memberi Pinjaman kepada Allah
Ask.web.id - Wajah Abu Darda' tampak serius. Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang bernama asli Umair bin Malik dari suku Khazraj ini bergegas ke rumah Rasulullah saw. Gejolak pertanyaan menggemuruh di dadanya. Ia tak mau menunggu waktu lama dan ingin segera "meng-klarifikasi" ayat yang baru saja turun. Ayat itu:
إِن تُقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun. (QS ath-Thagabun 64:17)
Allah akan Melipatgandakan Pahala
Kita juga akan menemukan firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam surah al-Hadid ayat 11.
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجْرٌ كَرِيمٌ
Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia (QS Al-Hadid 57:11).
Di hadapan Rasulullah saw, Abu Darda' bertanya. Bukan karena keraguan atas ke mahapengasih Allah, tapi untuk memantapkan keyakinannya.
"Wahai Rasulullah, benarkah allah akan melihat gendakan pahala pemberian hambanya?" Tanya Abu Darda'.
Rasulullah saw pun membenarkan. Sketika itu juga Abu Darda' bergegas kembali ke rumahnya, dan menginfakkan kebunnya.
Kedermawanan para sahabat Rasulullah tak mungkin disangsikan. Merekalah teladan dalam memberi. Mereka teladan dalam berinfak.
Infaq Sahabat di Perang Tabuk
Dalam perang tabuk, Utsman bin Affan yang tengah bersiap dengan kafilah lagunya menuju Syam dan membawa 200 unta lengkap dengan barang dagangan, menyerahkan semuanya untuk biaya perang. Setelah itu iya juga menambahkan 100 unta dengan pelana dan perlengkapan serta seribu dinar uang.
Bahkan dalam ar-Rahiqul Makhtumnya, Syaikh Shafiyur Rahman al-Mubarakfiri menyebutkan jumlah dana yang dimanfaatkan Utsman dalam perang tabuk mencapai 900 unta dan 100 kuda. Jumlah itu belum termasuk uang.
Para sahabat memang benar-benar berlomba untuk menpatkan surganya Allah. Seperti Abdurahman bin Auf menyerahkan 200 uqiyah perak untuk membiayai perang tabuk. Lalu Umar menyerahkan setengah hartanya. Para wanita pun tak mau ketinggalan, mereka bersedia melepaskan perhiasan yang mereka kenakan.
Semua itu dilakukan karena mereka tahu apa yang diberikan takkan sia-sia. Para sahabat itu benar-benar memahami, apa pun yang mereka berikan takkan hilang. Mereka mengetahui pahala yang akan diterima.
Allah subhanahu wa ta'ala memberikan sarana dunia ini secara gratis. Kita bisa menghirup udara dengan bebas tanpa harus membayar sepeserpun. Kita bisa menikmati alam ini semau kita. Semua fasilitas itu diberikan pada kita, hambanya tanpa pamrih. Benar-benar gratis.
Surah ath-Thagabun ayat 17 di atas kembali menunjukkan kemahapemurah Allah. Dalam ayat tersebut Allah menyebut segala hal yang di infakkan hambanya sebagai qardhan (pinjaman).
So, ketika kita ber infaq sebenarnya kita sedang memberikan pinjaman kepada Allah. Dan pinjaman itu akan dikembalikan dengan pengembalian yang berlipat ganda. Allah ibaratkan pemberian hambanya itu seperti biji tanaman yang tumbuh, berbunga, dan menghasilkan buah yang banyak. Ia ibarat tabungan dengan bagi hasil berlipat ganda.
Allah berfirman:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah 2:261).
Kita Penjual, Allah yang Membeli
Dalam redaksi lain Allah menyebut pemberian hambanya itu dengan penjualan. Kita penjual dan Allah yang membeli. Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَۚ
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (QS At-Taubah 9:111).
Tentu saja, segala bentuk pemberian kita akan disebut barang layak jual atau pinjaman layak untuk dikembalikan, jika memenuhi syarat. Ibarat harta perdagangan, ia akan bisa dijual kalau keadaan baik, tidak rusak dan tidak ada cacat. Syarat agar perniagaan itu tetap utuh, tidak sesulit menjaga harta dagangan yang sebenarnya. Syarat itu adalah keikhlasan.
Karenanya, ketika menjelaskan tentang besarnya ganjaran pahala yang akan diberikan pada hambanya yang berinfak, Allah mengiringi FirmanNya dengan penggambaran yang begitu indah tentang pemberian yang tidak ikhlas. Allah mengibaratkan mereka yang menginfakkan hartanya dengan riya' (pamer) seperti Batu Licin yang di atasnya ada tanah. Batu itu ditimpa hujan lebat sehingga tak tersisa sedikitpun tanah di atasnya. Begitulah perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dengan tidak ikhlas.
Sedangkan perumpamaan orang yang tidak membelanjakan hartanya karena mencari ridho Allah seperti kebun di atas daratan tinggi yang disirami hujan lebat. Kebun itu akan menghasilkan buah-buahan yang 2 kali lipat dari asalnya. Seandainya tak ada hujan lebat gerimis pun sudah cukup untuk menyirami kebun itu.
Semoga dengan kisah ataupun tulisan ini bisa bermanfaat untuk pembaca web ask, dan meningkatkan Iman kita. Jangan lupa share agar teman-teman terdekat kalian bisa mengambil manfaatnya juga. Wassalam...